Arabika Cibulao Bogor

Kira-kira satu tahun lalu Rumah Kopi Ranin memulai kolaborasi dengan beberapa buruh kebun teh di Puncak Cisarua, Kabupaten Bogor. Bukan untuk produksi teh. Tetapi menghasilkan kembali sejarah kopi dengan citarasa yang spesial. Bogor pernah dicatat menghasilkan kopi enak di awal Belanda memulai koffie stelsel. Tetapi 1876 serangan hama karat daun menimbun dalam-dalam sejarah kopi di Bogor.
Ketika kami memulai kolaborasi ini, beban sejarah itu tak dapat dipungkiri ada. Tapi makin membuat kami penasaran dan serius mengerjakannya. Utamanya kami mengerjakan dengan apa adanya yang kami punya.
Metode olah kering atau dry process menjadi opsi tunggal, karena mengadakan fasilitas untuk mengolah dengan cara basah memerlukan modal. Perbaikan dari metode olah kering untuk menghindari jamur lah yang kami lakukan.
Selama ini kami meyakini selama kopi diproduksi dengan kerja kerajinan (craftmanship), maka kopi bercitarasa spesial akan dihasilkan. Tidak peduli apakah yang menghasilkan adalah petani skala kecil (gurem). Satu syarat yang paling utama adalah adanya keseriusan untuk memandang kopi sebagai karya kerajinan. Artinya setiap detail mulai dari penanaman, budidaya, panen, hingga pengolahan pasca panen dikerjakan dengan telaten.
Kami ingat benar saat mereka mengirimkan kopi mereka yang hampir separuhnya sudah over fermented dan bijinya banyak yang sudah tidak utuh lagi bentuknya tahun lalu. Kami tidak menolak mendapati kopi tersebut, apalagi nyinyir kata-kata atau terlalu banyak komentar.
Sebaliknya kopi yang sudah cacat fisik tersebut kami pakai untuk menjadi bahan training bersama mereka. Bila kita sudah mengetahui kopi yang cacat dan mengenal seduhan kopi yang cacat fisik, maka kita mendapatkan kesempatan bagaimana menghasilkan kopi yang benar. Sebagai rumah kopi, kami tidak ingin hanya tahunya menerima kopi green bean, sebaliknya peran lebih pentingnya adalah mengerjakan proyek untuk meningkatkan kualitas kopi dari petani pekebun.
Kami mengetahui bahwa Yono dan Jumpono, bukanlah lulusan sekolah pertanian ataupun sekolah menengah. Makanya kami lebih serius, karena memang sekolah kopi di Indonesia juga belum ada.

Pulper buatan pengrajin di Mandailing Natal Sumatera Utara ini sangat cocok untuk dipakai oleh petani kopi di Cibulao. Operasional pulper yang manual ini tidak memerlukan biaya dan tetap menghasilkan proses yang benar.
Di akhir panen arabika, kami memiliki keleluasaan secara keuangan untuk membeli pulper buat petani di Cibulao. Kini panen arabika para petani tetap bisa melakukan metode olah kering, tetapi dengan kulit buah yang sudah terkupas. Cara ini mampu mempercepat pengeringan dengan sangat signifikan.
Tidak ideal bila kami tidak ikut mengolahnya sendiri kopi dari Cibulao. Karena itu di halaman rumah kopi ranin kamipun ikut mengolah panen dari Cibulao. Kami ingin membandingkan proses olah yang kami lakukan dengan proses olah yang dilakukan oleh Jumpono dan Yono. Inilah yang kami sebut sebagai kolaborasi yaitu proses belajar bersama.
Kesempatan inipun menjadi bahan training buat para barista kami untuk ikut mengolah kopi. Banyak sekali barista yang pernah mengikuti sekolah, kursus atau pelatihan tertentu, tetapi mereka hanya mengenal kopi setelah menjadi roasted bean beberapa mengenal ketika menjadi green bean. Melibatkan barista kami untuk training kopi pada tahap pengolahan adalah kesempatan yang sangat istimewa. Karena barista bisa mengenal kopi lebih hulu lagi.

Wajah Jumpono sangat percaya diri pada sebuah sore ketika menurunkan karung green bean arabika Cibulao di halaman Rumah Kopi Ranin. Dia tahu bahwa biji kopi yang dihasilkannya bukan kelas asalan, tetapi sudah sejajar dengan single origin lain yang diseduh Rumah Kopi Ranin.
Buat Kami melihat dua orang pemuda tani, Yono dan Jumpono, selalu menjadi energi segar tersendiri. Mereka setiap saat rajin menanyakan dan mendiskusikan setiap hal-hal kecil yang kami berikan masukan kepada mereka. Artinya mereka tekun dan mengerjakan setiap masukan dengan tujuan untuk membuat mereka menghasilkan kopi yang istimewa.
Menjadi petani berskala kecil sesungguhnya merupakan kesempatan yang bagus untuk menghasilkan kopi istimewa. Karena mereka memiliki waktu dan kesempatan yang lebih untuk memperhatikan detail dari proses produksi.
Di musim panen arabika tahun ini, kami mendapati upaya kami bekerjasama dengan petani Cibulao mendapatkan momen istimewa yang ditunggu. Setiap hari kopi Cibulao tiada hentinya menjadi pilihan dari penggemar kopi. Bukan saja mulai tahun ini warga Bogor bisa lebih bangga karena akhirnya memiliki kopi enak dari daerahnya sendiri. Tetapi memang para penggemar kopi ingin mencicipi citarasa baru yang khas, tidak akan mereka dapati pada single origin lainnya. Termasuk, kopi arabika Cibulao memiliki kharakter yang sama sekali beda dengan kopi-kopi dari tanah preanger lainnya di tatar Sunda.
Sebuah video sederhana kami produksi khusus untuk menuturkan tentang citarasa dari kopi arabika Cibulao ini.
ARABIKA CIBULAO BOGOR
Ketinggian : 1200 mdpl
Petani : Yono dan Jumpono
Varietal : Kartika dan Sigararutang
Kebun : Dusun Cibulao, Cisarua, Kab. Bogor
Tipe Proses : Natural Process
Jatidiri Rasa
Kedalaman citarasa yang legit sebagai manifestasi dari ciri manis dan gurih yang harmonis ternyata bisa dilahirkan dari pertanian keluarga (family farming) ini. Penanda sebagai arabika yang anggun nampak ketika aroma keringnya cukup semerbak mirip dengan aroma gula bakar dan ketumbar yang manis dan gurih. Kombinasi keduanya masih menempel bersamaan dengan rasa pahit yang menyegarkan seperti citarasa teh hitam dengan elemen pelengkap ubi cilembu yang dibakar dan meninggalkan sensasi kesan yang lekat. Lekatnya kesan sensorik ini mempertegas bahwa arabika Cibulao adalah sebuah himpunan narasi citarasa yang berhulu secara ekologis dari Sungai Ciliwung.
Fatal error: Uncaught Error: [] operator not supported for strings in /home/zrrnhhuq/public_html/wp-content/themes/layerswp/core/helpers/post.php:56 Stack trace: #0 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-content/themes/layerswp/partials/content-single.php(72): layers_post_meta(491) #1 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-includes/template.php(564): require('/home/zrrnhhuq/...') #2 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-includes/template.php(521): load_template('/home/zrrnhhuq/...', false) #3 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-includes/general-template.php(171): locate_template(Array, true, false) #4 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-content/themes/layerswp/single.php(21): get_template_part('partials/conten...', 'single') #5 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-includes/template-loader.php(89): include('/home/zrrnhhuq/...') #6 /home/zrrnhhuq/public_html/wp-blog-header.php(16): require_once('/home/zrrnhhuq/...') #7 /home/zrrnhhuq/public_html/index.php(17): require('/home/zrrnhhuq/...') #8 {main} thrown in /home/zrrnhhuq/public_html/wp-content/themes/layerswp/core/helpers/post.php on line 56